Sabtu, 12 September 2015

Apresiasi Rumah Limas Rumah Adat Palembang


Judul Karya : Rumah Limas Rumah Adat Palembang

Nama Pencipta : (Anonim, karena merupakan Seni Rupa Tradisional yang diciptakan secara turun-temurun.)

Bahan dan Alat : Semua material bahan yang digunakan untuk membangun Rumah Limas ini adalah kayu. Dinding, lantai dan pintu menggunakan kayu tembesu, sementara untuk tiang rumah menggunakan kayu unglen yang tahan air. Berbeda dengan kerangka rumah yang terbuat dari kayu seru, jenis kayu seru cukup langka adanya, kayu ini sengaja tidak di gunakan untuk bagian bawah rumah limas, sebab kayu seru di dalam kebudayaan Palembang dilarang untuk diinjak atau dilangkahi.
Seangkan alatnya adalah dengan menggunakan alat-alat bangunan.

Konsep Penciptaan Karya : Keunikan Rumah Limas yaitu bentuknya yang bertingkat-tingkat (kijing), dindingnya berupa kayu merawan yang berbentuk papan, dibangun di atas tiang-tiang atau cagak, dan pada atapnya berbentuk menyerupai piramida terpenggal (limasan).

Baiklah segera kita perinci Rumah Limas Sumatra Selatan ini dari segi arsitektur, kegunaan ruang dan makna filosofinya. Dari segi arsitektur, bentuk Rumah Limas terdiri dari bentuk ruang persegi dan persegi panjang dengan arah hadap rumah ke Timur dan Barat atau dalam falsafah disebut menghadap ke arah “Matoari Eedoop” dan “Matoari Mati”. Dalam pemahaman kalangan masyarakat Palembang, “Matoari Eedoop” berarti “matahari terbit” atau secara filosofi diartikan sebagai “awal mula kehidupan manusia”. Sementara “Matoari Mati” jika diterjemahkan secara leksikal berarti “matahari tenggelam” dan dalam artian lain bermakna sebagai tanda dari “akhir kehidupan atau kematian”. Secara personal, sebagai pengingat siklus kehidupan manusia dari lahir hingga mati. Jika dilihat dari tata letak ruang penandaan arah tersebut menunjukkan adanya pembagian bangunan depan dan belakang.

Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari jenis kayu unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah Limas Palembang merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang positif untuk kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai panggung dapat mencapai ukuran 3 meter. Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua tangga kayu dari sebelah kiri dan kanan. Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung. Makna filosofis dibalik pagar kayu itu adalah untuk menahansupaya anak perempuan tidak keluar rumah.

Pada bagian lantainya dibuat bertingkat-tingkat atau biasa disebut kekijing dengan menggunakan kayu jenis tembesu yang berbentuk papan (persegi panjang) disusun secara horizontal menurut besaran masing-masing ruang. Sementara pada dinding Rumah Limas dibuat dari kayu jenis merawan yang berbentuk papan, dengan cara penyusunan dan besaran yang sama dengan papan pada lantai.






Susunan dan fungsi tiap ruangan pada Rumah Limas yaitu:

1. Ruang Depan, disebut Garang atau Beranda, disini terdapat dua buah tangga untuk naik ke Rumah Limas, dan terdapat pula bangunan lain yang disebut Jogan, ruang antara tangga dengan pintu masuk. Selain untuk beristirahat, bagian ruang depan dan jogan digunakan pula untuk tempat anak-anak duduk menyaksikan acara persedekahan dan acara kesenian yang diselenggarakan di rumah.

2. Ruang Tengah, terdiri dari beberapa kekijing dilengkapi dengan dua buah jendela pada bagian kiri dan kanannya. Antar kekijing dibatasi sekat yang disebut kiyam. Pada kekijing terakhir ada lemari dinding dan amben. Ketika diadakan upacara, fungsi ruang ini adalah sebagai tempat kaum kerabat dan pemuda, serta para undangan dan tetua. Dalam kondisi sehari-hari, disini adalah tempat meletakkan lemari dinding, kamar yang digunakan oleh kepala keluarga, kerap kali dijadikan pula sebagai kamar pengantin bagi anak gadis yang telah menikah, serta ruang serba guna tempat aktivitas keluarga.

3. Ruang Belakang, yaitu bagian yang memiliki fungsi sebagai dapur atau tempat memasak. Fungsi dari ruang belakang ini antara lain untuk menyiapkan bahan makanan yang akan diolah atau dimasak, tempat memasak, dan mencuci peralatan makan.

Makna Karya :
Secara personal, sikap pribadi masyarakat Palembang menjunjung tinggi kehormatan laki-laki dan wanita. Dan secara sosial, menunjang citra diri kebudayaan Palembang yaitu dengan menjunjung tinggi norma-norma adat yang berlaku di masyarakat. Bentuk rumah yang luas merupakan gambaran kondisi sosial budaya masyarakat Palembang yang menjunjung tinggi sifat kebersamaan dalam bentuk gotong royong.

Adat yang kental sangat mendasari pembangunan Rumah Limas dan pengetahuan tentang arsitektur Rumah Limas ditrasmisikan secara turun menurun dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya, oleh karena itu bentuk dan komposisi bangunan rumah ini cenderung sama. Rumah Limas tidak sekedar tempat tinggal biasa, Rumah Limas sangat memperhatikan keindahan bangunan dan terdapat banyak filosofi dalam bagian bagian bangunannya.

Begitulah Rumah Limas menjadi rumah adat bagi Sumatera Selatan, rumah tradisional yang memperkaya khazanah adat istiadat kebudayaan Nusantara Indonesia yang kaya raya dengan segala perbedaan suku dan alam wilayah nya.

Jawaban Pemuda Muslim kepada Seorang Atheis yang bertanya siapa pencipta Tuhan



Ada seorang Atheis yang memasuki sebuah masjid, di daerah Timur Tengah untuk mengajak umat Muslim berdiskusi. Sehingga, tiga pertanyaan yang diajukan, tidak boleh dijawab dengan hadist maupun dalil. Kontan, membuat sejumlah jamaah muslim bingung.
Tiga pertanyaan yang diajukan hanya boleh dijawab dengan akal, karena dalil maupun hadist hanya dipercaya oleh pengikutnya (hanya umat muslim). Aturannya, jika tetap dijawab dengan dalil, maka diskusi menjadi tidak berjalan dan tidak menghasilkan apa-apa.
Berikut, tiga pertanyaan seorang Atheis:
1. Siapa yang menciptakan Allah? Bukankah semua yang ada di dunia ada karena ada penciptanya? Bagaimana mungkin Allah ada jika tidak ada penciptanya?
2. Bagaimana caranya manusia bisa makan dan minum tanpa buang air? Bukankah itu janji Allah di surga?
3. Kalau iblis itu terbuat dari Api, lalu bagaimana bisa Allah menyiksanya di dalam neraka? Bukankah neraka juga dari api? 

Tidak ada satupun jamaah yg bisa menjawab, kecuali seorang pemuda. Selanjutnya, pemuda menjawab satu demi satu pertanyaan dari seorang Atheis.

1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1 itu berasal? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?
 Jawaban itu, sontak membuat sang Atheis diam membisu, karena kita mengetahui bahwa 1 itu adalah bilangan tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka apapun. Artinya, tidak ada kesulitan memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yang Maha mencipta tapi tidak bisa diciptakan.

2. Bukankah secara ilmiah, seorang bayi dalam kandungan ibu juga butuh makan dan minum. Nah, ketika bayi melakukan aktivitas makan dan minum di dalam perut ibunya. Lalu bagaimana kita buang air? Terbukti, juga tidak sulit memahami dan mempercayai bahwa di surga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air.

3. Pemuda itu menampar sang atheis dengan keras. Sampai sang atheis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang atheis pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab.
"Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah. Dan pipi anda juga terbuat dari kulit dari tanah juga. Lalu jika keduanya dari kulit dan tanah, bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar? Bukankah keduanya juga tercipta dari bahan yang sama, sebagaimana Iblis dan api neraka.
Atheis itu pun puas dengan dialog yang dilakukan, meskipun dirinya tidak dapat lagi membantah jawaban pemuda muslim.
Jadi, pemuda tadi memberikan pelajaran, kepada semua orang muslim. Bahwa kita harus tetap bijak menghadapi pertanyaan yang terkesan mencela atau merendahkan agama. Dan sangat tidak perlu menghadapinya dengan kekerasan, jika kita berbudi tinggi, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, tapi tidak liberal, terbingkai manis dalam indahnya Aqidah.
Terakhir diketahui, pemuda muslim itu adalah Imam Abu Hanifah muda. lebih dikenal dengan yang lahir di Kufah, Irak pada 80 H  atau sekitar 699 Masehi. Tokoh muslim ini meninggal di Baghdad, Irak, 148 H/767 M.
Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi in, generasi setelah Sahabat nabi. Abu Hanifah, merupakan pendiri dari Madzhab Yurisprudensi Islam Hanafi. (*)